Selasa, 12 Februari 2019

Sejarah Jakarta

 Sejarah Jakarta

  – dari masa prasejarah sampai akhir abad ke-20


AUTHOR      : Adolf Heuken SJ
PUBLISHER   : Cipta Loka Caraka
Harga       : Rp 140.000,-
Tahun terbit: Desember 2018
Jumlah hlm  : 228

Perkembangan dari kota Sunda
Kelapa (abad ke-16) melalui Jayakarta
dan Batavia (1619) sampai
Jakarta (1949) diceritakan dalam
buku ini. Batavia menjadi Jakarta,
salah satu kota di dunia yang
berkembang paling cepat. Ibukota
negara, yang tertua di seluruh Asia
Tenggara pernah menjadi Bandar
pusat seluruh jaringan perniagaan
antara Capetown (Afrika Selatan)
dan Nagasaki (Jepang).

Katalog - daftar buku terbitan Cipta Loka Caraka (CLC)


Buku dapat dibeli di:
Yayasan Cipta Loka Caraka
Jl. Prof. Moh. Yamin 37, Jakarta 10310
Telp/Fax: (021) 319.248.56 WA: 0812.8313.749
Email: heuken@dnet.net.id

Selasa, 29 Januari 2019

gedung ibadat di Jakarta Mesjid Gereja Klenteng Tionghoa

Tiga jilid buku Seri Gedung-gedung ibadat yang tua di Jakarta menyajikan data-data terbaru tentang gedung beribadat tiga agama: Islam, Kristen dan Budhis-Konfusianis-Taois. Lukisan, foto dan denah lama disajikan dengan sumber-sumber sejak awal abad ke-17. Banyak dokumen yang belum pernah dipakai dimanfaatkan dalam tulisan-tulisan tentang sejarah Ibukota untuk pertama kalinya, sehingga sejarah lebih pasti. Gedung-gedung beribadat – gereja klenteng dan mesjid – merupakan warisan budaya, arsitektur dan sejarah Jakarta yang perlu dikenal, dipelihara dan dihormati.

Gereja-gereja tua di Jakarta
Gereja-gereja lama dikembangkan dengan latarbelakang umat Kristen-Katolik dan Protestan. Membuka tabir sejarah ini menarik sekali bagi pengunjung gereja sekarang.
Ukuran   : 18 x 25cm
Halaman : 240
Harga     : Rp 80.000,-




Mesjid-mesjid tua di Jakarta
Beberapa mesjid yang sekarang ada sudah dibangun pada abad ke-17 oleh kaum Islam, yang berbeda suku-bangsa: Moor ­(India), Bali, Tionghoa dan Arab. Arsitektur mesjid tua di Jakarta menampakkan latarbelakang kebudayaan yang aneka ragam ini. Beberapa dokumen yang belum pernah diterbitkan, digunakan untuk buku ini: Banyak foto dan peta. – Kata pengantar tentang Mesjid sebagai refleksi peradaban Islam oleh Prof. Dr. Azyumardi Azra.
Ukuran   : 18 x 25cm
Halaman : 112
Harga     : Rp 60.000,-





Klenteng-klenteng dan masyarakat Tionghoa di Jakarta
Sejarah Klenteng berkaitan erat dengan perkembangan masyarakat Tionghoa di Jakarta. Pengarang Claudine Salmon dan Denys Lombard, sinolog kenamaan, menyajikan hasil studi yang teliti dan sangat menarik. Banyak foto dan denah. Inilah edisi ke-2 dari buku yang dipublikasikan pertama kali dalam bahasa Inggris.

Ukuran   : 18 x 25cm
Halaman : 120
Harga     : Rp 60.000,-




The Sunda Kingdoms of West Java


Page : 64 (full colour)
size : 18 x 25 cm
price : Rp 75.000,-
On this book
The author dedicates this strikingly illustrated book to the Sunda people and to those interested in Sundanese history and archaeology. The book endeavors to bring back the spirit of the great history of West Java experienced from the time of Tarumanegara Kingdom in the early fifth century AD to the time of Pakuan Pajajaran Kingdom in the fifteenth early and sixteenth century.
Now known as Bogor, this area of Sunda culture has always been a Royal center of a high culture, which provided the very first inscriptions (prasasti) ever found on the island of Java.
The book contains 3 maps and 56 excellent photographs of nearly all of the remaining artifacts from this long period of more than 1000 years, many of them depicted in the print media for the first time. They provide glimpses of history.
To allow uninterrupted and pleasant reading, no direct references are made to the original historical sources within the text. Instead, all literature sources are listed in the bibliography.
Buku ini adalah pandu bagi yang muda dan penghibur bagi yang tua. (This book is a guide for the youth and a consolation for the old).
The Sunda Kingdoms of West Java is published with the kind support of the Embassy of the Federal Republic of Germany and of the Yayasan Pakuan Siliwangi – Universitas Pakuan. Cipta Loka Caraka Publishing Yayasan deserves honor for the realization of the publication of this book.


Buku dapat anda pesan langsung di:

Yayasan Cipta Loka Caraka
Jl. Prof. Moh. Yamin 37
Jakarta Pusat 10310
(-2 (021)31924856

Growing Pains

Growing Pains – The Chinese and the Dutch in Colonial Java, 1890-1942


Page : 272
Size : 18 x 25 cm
price : Rp 80.000,-
    • Contents
    •    The Historical Background
    •    The Problem and the Question
      I. CHINESE PRIDE AND ­COLONIAL PREJUDICE
    •  The “Bloedzuigers der Javanen”?
    • The Dutch-created “Chineesch Bestuur”
    • Chinese Grievances
    • The Surviving Stepchildren
    •  
    • II The Quest for the Best Schooling
    • The Tiong Hoa Hwee Koan and Chinese Education
    • The Chinese and Dutch Education
    • The Heart of the Matter
      III THE STRUGGLE FOR EQUALITY
      The Question of becoming Netherlands subjects and the Indies Militia
      Registration of the Chinese and Chinese Demand for Equal Status
      Peranakan Dilemma: The Cases of Sin Po Leading ­Figures
      Peranakan Participation in Indies Politics

      IV THE PERANAKAN AND THE SINGKEH IN JAVA
    • The Aftermath of the 1911 Chinese Revolution
    • The Kuo Min Tang in Java
    • The Peranakans and the Boycotts against the Japanese
      V THE PERANAKAN AND THE INDONESIAN MOVEMENT
      Close Encounters with the Anti-Chinese Outbreak
      To be or not to be ‘Indonesiers’
      The Sorrow of the Peranakan
      VI THE POLITICS OF ­AMBIVALENCE
      The so-called “Chineesche Kwestie”
      The “Kantoor voor Chineesche Zaken”
      The Persistent Ambiguity

Katalog - daftar buku terbitan CLC

Buku dapat anda pesan langsung di:

Yayasan Cipta Loka Caraka
Jl. Prof. Moh. Yamin 37
Jakarta Pusat 10310
(-2 (021)31924856

HP - WA: 0812-8313-749

Sumber-sumber asli sejarah Jakarta III




Sumber-sumber sejarah pada dasawarsa pertama kota Batavia (1619-1630) dan kutipan dari karya sastra Indonesia yang menyangkut awal mula Jakarta.
halaman: 128
ukuran : 18 x 25 cm
harga  : Rp 60.000,-
Buku ini menyajikan dokumen-dokumen tentang Sunda Kalapa, Jayakarta dan Batavia dalam bahasa yang berbeda-beda, a.l. Sansekerta, Jawa kuno, Sunda, Tionghoa, Portugis, Inggris, Belanda, Lain dan Jerman. Dengan demikian suatu dasar kuat disiapkan bagi sejarawan untuk menelaah masa awal ibukota Republik Indonesia. Semua dokumen diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diberi komentar pendek tentang latar-belakang penulis dan naskah kuno yang bersangkutan. Dengan menekuni bahan ini pembaca dapat membentuk pandangannya sendiri atas dasar fakta historis. Ia tidak tergantung lagi pada pandangan resmi atau para ahli tanpa sanggup menguji apa yang mereka tulis. Source book ini membuat orang awam pun sanggup mengetahui dokumen-dokumen bersama dengan nilai historisnya.
Buku ini sangat berguna bagi para ahli dan peminat sejarah, bagi instansi kotapraja, bagi guru sejarah dan mahasiswa dan tentu saja bagi semua warga kota Jakarta yang menaruh perhatian bagi sejarahnya. Banyak hal yang menarik disajikan dari sumber-sumber yang berasal dari zaman yang bersangkutan.


Buku dapat anda pesan langsung di:

Yayasan Cipta Loka Caraka
Jl. Prof. Moh. Yamin 37
Jakarta Pusat 10310
(-2 (021)31924856

Medan Merdeka – Jantung Ibukota RI


Buffelsveld – Champ de Mars – Koningsplein – Lapangan Gambir – Lapangan Monumen Nasional (Monas)


Halaman: 144 (full colour)
ukuran : 17,5 x 25 cm
harga : Rp 80.000,-
Warga Jakarta sering melewati salah satu Jalan Medan Merdeka, baik dengan menggunakan bis umum, mobil pribadi, taksi maupun kereta-api, yang relnya membentang di atas jembatan layang di seluruh sisi timurnya. Kami mengenal lapangan ini sejak empat puluh lima tahun yang lalu. Pada tanggal 17 Agustus 1963, kami bersama ribuan orang memadati Jl. Medan Merdeka Utara untuk mendengarkan pidato Presiden Soekarno. Dari panggung yang dekat dengan rakyat, Proklamator Kemerdekaan menawan massa yang mengaguminya waktu berpidato dengan berapi-api. Tak ada kawat berduri, tak ada panser, tak ada tembok. Semua terbuka. Seorang tentara yang melihat kami berusaha membuat foto, mengajak dan menghantar kami, supaya lebih mendekati panggung di halaman muka Istana. Medan Merdeka dibanjiri orang, yang merasa merdeka. Suasana seperti ini menjadi sejarah yang sudah berlalu …
Hawa segar Medan Merdeka di pagi buta maupun petang hari menarik banyak pengunjung. Beberapa keluarga berjalan-jalan, pasangan muda asyik mengobrol; dan ada yang berolah-raga: lari, lompat, senam, bermain bola, saling berkejaran dengan sepeda atau sepatu roda. Kelompok lain melakukan senam taichi, lain orang berbaris-baris dengan memamerkan pakaian mereka yang fancy. Di sudut lain, ada yang berpiknik, berbekal makanan dari rumah atau memesannya dari warung atau salah satu gerobak, yang mangkal di pinggir jalan. Medan Merdeka menawarkan berbagai ‘fasilitas’ untuk membuang rasa penat dan menyegarkan tubuh. Bila kami melintasi Jl. Medan Merdeka Barat menuju Jl. Pos pada hari Minggu pagi, terlihat orang berduyun-duyun menuju atau meninggalkan Medan Merdeka dengan berpakaian santai, mengobrol, bercanda gem­bira, karena dapat memanfaatkan keluasan medan di tengah-tengah kota mereka ini.
Pada tahun 1960-an Medan Merdeka juga menjadi ajang demonstrasi berbagai kelompok, partai dan organisasi onderbow. Spanduk dan bendera berwarna-warni mengubah lapangan hijau menjadi merah, putih atau kuning. Di berbagai tempat, polisi maupun tentara berjaga-jaga. Lalu-lintas macet. Kawasan Medan Merdeka dihindari, dan orang sedapatnya memilih jalan alternatif. Transportasi umum kadang kurang berfungsi.
Medan Merdeka digunakan juga sebagai tempat yang menye­nangkan. Pojok barat-daya, yaitu di Taman Ria, puluhan tahun lamanya menjadi tempat rekreasi anak-anak; di sekitarnya ber­ba­gai restoran menyajikan makanan Padang, Cina ataupun Sunda bagi orang dewasa. Setiap bulan Juni Jakarta Fair dipadati ratusan ribu pengunjung dari seluruh negeri. Suasana trade fair lama-kelamaan berubah menjadi pasar malam. Bangunan semi-permanen Jakarta Fair pada bulan-bulan lain dimanfaatkan untuk berbagai bisnis. Pertunjukan Holiday on Ice dan sirkus dari India memperlihatkan acara yang jarang di Jakarta. Orgen air (1974) yang ditampilkan pada malam hari sangat digemari penonton, sehingga mobil parkir memacetkan Jl. Medan Merdeka Barat.
Puluhan tahun lamanya, Medan Merdeka penting bagi warga ibukota. Suatu aset di tengah-tengah Jakarta, yang miskin akan tempat hiburan umum dan rekreasi, yang dapat dijangkau oleh warga, yang terpaksa tinggal di kampung padat tanpa taman hijau dan terbuka. Semuanya sudah berlalu …?!
*
Medan Merdeka suatu anugerah bagi ibukota. Bagaimana bisa terjadi di tengah kota, yang tidak ramah terhadap alam terbuka, masih terdapat lapangan ‘kosong’? Pejabat DKI tidak segan merampas tempat peristirahatan ter­akhir warga-warga yang sudah meninggal di Tanah Abang, Kebon Kacang dan Kebayoran Blok P. Dalam buku ini sejarah Medan Merdeka selama dua ratus lima puluh tahun ditelusuri dengan menyajikan tahap-tahap perubahan lapangan dan jalan di sekitarnya. Semoga medan ini tetap dapat dinik­mati oleh generasi men­datang dan dijaga dari kelobaan ‘developer’ serta pejabat yang kurang mempedulikan kebutuhan rakyat biasa. Harap, karangan ini menumbuhkan pengertian akan medan di pusat Jakarta ini, supaya warga merasa memiliki dan mem­belanya.



Buku dapat anda pesan langsung di:

Yayasan Cipta Loka Caraka
Jl. Prof. Moh. Yamin 37
Jakarta Pusat 10310
(-2 (021)31924856

Sejarah Jakarta dalam lukisan dan foto



AUTHOR      : Adolf Heuken SJ
PUBLISHER   : Cipta Loka Caraka
Harga       : Rp 90.000,-
Tahun terbit: 2017
Jumlah hlm  :104 full color


Sejarah bergambar menampakkan masa lalu dengan lebih hidup dan membantu membayangkan apa yang berlangsung ratusan tahun yang lalu. Gambar berbicara lain dari­pada huruf. Apalagi foto, yang merupakan saksi langsung tentang keadaan atau kejadian masa lalu. Untuk zaman sebelum orang membuat foto di Batavia, kita tergantung pada lukisan. Tentu saja, lukisan sebagian besar berasal dari golongan atas, yang sanggup membiayai pelukis atau minta orang menggambar apa yang mereka inginkan. Kadang-kadang pelukis sendiri atau orang lain hendak menggambar hidup dan keadaan masyarakat bawah, misalnya para budak-belian.

Buku dapat dibeli di:
Yayasan Cipta Loka Caraka
Jl. Prof. Moh. Yamin 37, Jakarta 10310
Telp/Fax: (021) 319.248.56 WA: 0812.8313.749
Email: heuken@dnet.net.id

Katalog buku terbitan CLC

Selasa, 15 Januari 2019

Historical Sites of Jakarta



Kertas : mattpaper
halaman: 384 (full-colour)
ukuran : 24 x 30 cm
harga  : (hard-cover) Rp 440.000,-     (soft-cover) Rp 360.000,-
A. Heuken adalah seorang yang menampilkan wajah lain Jakarta melalui bukunya yang berjudul Historical Sites of Jakarta. Dalam buku ukuran 24 x 30cm, setebal 384 halaman itu, ia mengajak kita menjelajahi kembali masa lampau kota yang pernah dijuluki ‘Ratu dari Timur’ ini, melalui bangunan-bangunan kuno yang sampai sekarang masih ada; baik yang sudah dipugar, dijadikan museum, maupun yang dibiarkan merana dimakan usia.
Buku Adolf Heuken ini juga mengajak kita beralih sejenak. Dari pesona gedung-gedung megah, ke peninggalan masa lampau – seperti wisma-wisma tuan tanah, masjid, gereja, kelenteng kuno, dengan latar-belakang aneka ragam.
Sekian banyak bangsa, suku, agama, budaya, memang sudah ikut menyumbang dalam pembentukan Kota Jakarta. Bertemunya aneka unsur itu kita lihat dalam pelbagai ‘keajaiban’. Antaranya tugu prasasti Hindu yang pernah dikeramatkan penduduk. Kumpulan arca Hindu yang dipuja dalam klenteng Tionghoa. Gereja Belanda yang diperuntukkan umat Protestan Portugis. Atau klenteng dengan keramat ‘Islam’ di dalamnya.
Buku klasik tentang tempat-tempat bersejarah di Jakarta ini berisi banyak gambar dan peta kuno berwarna. Setiap orang yang ingin mengenal ibukota RI sewajarnya memilik buku ini. Sudah terbit tujuh kali.

Jakarta, once the ‘Queen City of the East’, changes very fast. More and more building and objects of its past disappear in our time. But there is still much more to be seen than most people, even long time residents, are aware of. There are old mansions, colonial fortification, churches, mosques and Chinese temples with a colourful cosmopolitan background. Many races, nearly all great religions of our world, and most different cultures have contributed to the development of Jakarta. For centuries this city has been the centre of a web of sea-based trading posts scattered between Cape Town in South Africa and Surat in North India to the islet of Deshima in Japan. Textiles and indigo from India were traded for Indonesian spices, these in turn bought Chinese tea, silks and porcelains which were exchanged for the silver and copper of Japan. From Europe silver and gold coins were used to buy at very cheap prices all goods of the East in order to sell them in Amsterdam for big profits.
Besides being the centre of vast trading emporium, Jakarta developed more and more into the main city of the Indonesian archipelago.
This book leads the reader to what still remains of this colourful past in present-day Jakarta, which today as the capital of modern Indonesia again occupies a central position.
Daftar isi:
I Where it All Started
  • Sunda Kalapa
  • Jayakarta n Lookout Tower
  • Maritime Museum
  • The Warehouses of the VOC
  • Last Remnants of the City Wall of Batavia
  • The Old Shipyard
II The Jakarta History Museum
  • The Old City Hall of Batavia
III Within the Old City of Batavia
  • Wayang Museum
  • Museum of Fine Arts and Ceramics
  • Si Jagur Cannon
  • Toko Merah
IV Around the Church of the ‘Black Portuguese’
  • The Oldest Church in Jakarta
  • The Mardijkers
  • Pieter Erberveld Lost His Life and Property
  • How Pieter Erberveld Lost His Property and Life
V Tugu: History through Fifteen Centuries
  • Prehistory
  • Hindu Memorial Stone
  • The Church of Tugu and its Congregation
  • Portuguese Music and Traditions
  • Marunda: Robbers or Heroes?
VI The Former National ­Archives Building
  • The Mansion of Reinier de Klerk
  • Slaves in Batavia
VII Old Mosques
  • Jatinegara Kaum
  • Mosques of Arab, Indian, and Chinese ­Muslims
  • Mosques near the Old City
VIII Chinese Temples and Tombs
  • The Tomb of Bencon
  • Old Chinese Temples in Glodok, Ancol, and Jl. Lautze
  • Gong Goan
  • Residences of Rich Chinese Merchants
IX Lapangan Banteng and its Surroundings
  • Weltevreden
  • ‘White House’ on Lapangan Banteng
  • Gedung Kesenian
  • Gedung Pancasila
  • Classicism in Jakarta
  • Indische Woonhuis
X Historical Sites around Merdeka Square
  • Immanuel Church
  • Presidential Palaces
  • National Museum
  • Former Harmonie
XI Tombs that Tell History
  • Taman Prasasti or the Old Cemetery of Tanah Abang
  • ­Tomb­stones in the Garden of the Anglican Church
XIICOUNTRY HOUSES and former Residences of Big Estate Owners outside the Old City
  • Cililitan
  • Pondok Gede
  • Tanjung-Timur
  • Pondok Cina
  • Cimanggis
  • Ciseeng
  • The House of Raden Saleh in Cikini
  • Gedung Tinggi, Grogol
XIII Quiet Islands with a Busy History
  • Onrust Island and its Archaeological Garden
  • The Old Fort on Kelor Island
  • The Martello Tower of Bidadari Island
  • The Lighthouse and a Mysterious Tomb on Edam Island
  • Some Major Events in the History of Jakarta (up to 1880)




Buku dapat anda pesan langsung di:

Yayasan Cipta Loka Caraka
Jl. Prof. Moh. Yamin 37
Jakarta Pusat 10310
(-2 (021)31924856


HP - WA: 0812-8313-749