Selasa, 19 Juli 2016

Menteng – ‘Kota taman’ pertama di Indonesia



halaman: 136
ukuran : 18 x 25 cm
harga  : Rp 75.000,-
Ilustrasi sampul: Gedung Kunstkring (1913) pada entré Gondangdia waktu belum dirusak tangan jahil (1999). – Bawah: Tosariweg (1937) kini Jl. Kusumaatmaja; suatu vila luks di Jl. Diponegoro; interior residensi seorang duta besar di Jl. Diponegoro; jendela gaya Art Deco pada pintu masuk suatu rumah di Jl. Kusumaatmaja; Gereja Teresia (1934) dan gedung BAPPENAS (1926)
Kami tinggal di Menteng sejak akhir tahun 1960-an: Pada waktu itu jalan-jalan utama pun banyak lobang, lampu jalanan sebagian rusak. Jl. Cokroaminoto belum ramai, karena berakhir di Kali Banjir dan Bioskop Menteng termasuk bioskop kelas satu di Jakarta. Kavaleri bermarkas di Jl. Gereja Teresia dan satuan tentara lain di Jl. Mangunsarkoro. Waktu itu Jenderal Soeharto tinggal di bundaran Jl. H.A. Salim dan Jl. Cendana masih sepi. Mesjid Sunda Kelapa belum dibangun dan pengunjung Gereja HKBP belum memadati Jl. Jambu. Jalan-jalan di sekitar Gereja Teresia dan Sarinah (yang belum selesai dibangun) sering dilanda banjir besar, sehingga banyak mobil mogok. Menteng – selain bulevar Jl. Imam Bonjol-Diponegoro – merupakan kawasan pemukiman yang tenang. Sangat nyaman duduk di teras di muka rumah pada sore dan malam hari sambil memandangi jalan melalui pagar hijau yang rendah, membaca koran atau menerima tamu. Suasana sepi, kecuali bunyi tik-tok penjual bakso, teriakan ‘Sate!’ dan kencrang-kencring tukang pijat yang lewat. Becak dengan giring-giring membawa orang ke tempat tujuan. Di beberapa kios lama di persimpangan jalan dijual minuman dan kebutuhan pokok rumahtangga. Toko Li baru berubah menjadi Toserba Gelael pertama, dan Lapangan Persidja belum di kelilingi tembok tinggi. Menteng ini hilang …
Sejak tahun 1970-an waktu Petro Dollar mulai mengalir ke kantong pejabat dan kontraktor karbitan Pertamina, rumah-rumah lama mulai dipermak, dibongkar, lalu diganti. Jalan-jalan diperbaiki dan banyak di antaranya dijadikan satu arah. Lalu-lintas dari arah Kuningan dan Salemba melewati kawasan ini. Gedung eprkantoran tinggi di Jl. Thamrin didatangi banyak pegawai dan pengunjung. Semakin ramai! Rumah mewah dibangun – lazimnya tanpa selera. Halaman muka dan belakang diisi bangunan tambahan, sehingga ciri ‘kota taman’ pertama di Indonesia ini semakin rusak. Suhu udara naik, kantor berjamuran, dan warung dibiarkan memadati trotoar, taman serta pojok persimpangan jalan, asal membayar ‘uang keamanan’.
Pada foto dan kisah lama, Jakarta dan terutama Menteng, tampak bersih dan teratur. Namun akhir-akhir ini berjalan kaki dengan aman adalah hal yang mustahil. Terantuk besi di tengah trotoar atau diserempet sepeda motor, yang menyerobot jalur pejalan kaki menjadi hal ‘biasa’. Keliaran cara hidup ini menciptakan pemandangan yang mencemaskan dengan munculnya deretan bangunan asal jadi yang bergaya campuraduk. Sungguh berbeda dengan Jakarta tempo dulu, yang tertata baik dan diisi dengan bangunan bergaya selaras satu sama lain.
Is Menteng lost? Apakah buku ini karya sejarah tentang masa lampau yang sudah lewat dan tinggal kenang-kenangan? Belum! Buku ini ingin memperlihatkan sejarah perkembangan serta karakter kawasan Menteng dan membangkitkan kesadaran serta kepedulian akan wilayah Jakarta yang unik ini, selama belum rusak total. Memang, instansi DKI Jakartalah yang terutama berkewajiban menjaga aset city planning pertama di Ibu Kota kita ini, termasuk bangunan-bangunan wilayah yang bergaya arsitektur khusus ini. Namun demikian, tanpa kepedulian serta keterlibatan warga Menteng the battle is lost. Ada pejabat pemerintah yang peduli, ada fakultas-fakultas yang tertarik pada gaya bangunan khas Menteng, ada warga yang memelihara keaslian rumah mereka dengan segenap hati. Tetapi, ‘dewa’ Jakarta yang bernama duit semakin menyingkirkan peraturan pemerintah, semangat generasi muda, rasa seni dan nostalgia generasi tua. Semoga buku ini memperkuat warga Menteng, yang mempedulikan pelestarian lingkungan hidup, yakni ‘kota taman’ di tengah-tengah Jakarta!


Buku dapat anda pesan langsung di:

Yayasan Cipta Loka Caraka
Jl. Prof. Moh. Yamin 37
Jakarta Pusat 10310
(-2 (021)31924856

Tidak ada komentar:

Posting Komentar